(Doc-Istimewa)
Sidoarjo, bukaberita.co.id — Sejumlah warga di sekitar Pondok Pesantren Al Khoziny, Buduran, Sidoarjo, mengaku sudah sejak lama merasa khawatir terhadap kondisi bangunan musala yang akhirnya ambruk pada Senin (29/9/2025). Mereka menyebut telah beberapa kali mengingatkan pihak pesantren agar menggunakan fondasi kuat, namun tak digubris.
Seorang warga yang tinggal tak jauh dari lokasi menceritakan momen saat bangunan tersebut runtuh. “Waktu ambruk itu geter, aku sampai lari. Kayak gempa, Mas. Aku wis di warning sama suami, begitu geter ojo ke depan, langsung ke belakang, tanah kosong,” ucapnya, Senin (13/10/2025).
Menurut penuturan warga itu, getaran akibat robohnya musala terasa cukup kuat hingga membuat dirinya panik. Ia menambahkan bahwa sejak awal, warga sudah khawatir dengan struktur bangunan karena tidak menggunakan pondasi yang layak.
Bangunan musala tersebut hanya memakai fondasi sepatu atau fondasi tapak, yaitu fondasi dangkal berbentuk persegi atau persegi panjang dari beton bertulang. “Enggak pakai paku bumi. Sudah warga ingatkan, tapi ya enggak ada tanggalan. Wong waktu bangun itu cuma pakai sepatu, enggak pakai paku bumi. Kalau normal ya pakai paku bumi, merek bilang kalau pondok ya pakai paku doa,” ujarnya.
Warga lainnya mengaku sudah mencurigai proses pembangunan sejak awal karena penggalian fondasi tampak terlalu dangkal. “Langsung pasang (fondasi) sepatu, terus menimbun tanahnya, biar enggak terlalu dalam. Waktu itu kami sempat bilang, kok enggak ke bawah sekalian, tapi ya enggak mereka dengar, kata warga lain.
Pasca-insiden ambruknya musala, warga kini masih diliputi rasa cemas akan kemungkinan adanya runtuhan susulan, terutama setelah gempa bermagnitudo 6,5 mengguncang Sumenep pada Senin (30/9/2025) malam. Meskipun demikian, mereka mengaku tak bisa berbuat banyak karena segan terhadap pihak pesantren dan memilih untuk menghormati keputusan pengurus ponpes. (Red).