(Doc-nixnews)
Surabaya, bukaberita.co.id – Guna menjaga ketertiban umum, Pemerintah Provinsi Jawa Timur, Polda Jatim, dan Kodam V/Brawijaya menerbitkan Surat Edaran (SE) yang mengatur penggunaan pengeras suara atau sound system. Regulasi ini berlaku untuk berbagai kegiatan masyarakat.
Aturan tersebut menetapkan dua kategori, yaitu pengeras suara statis dan nonstatis, dengan batas kebisingan berbeda. Pengeras suara statis, seperti dalam konser atau pertunjukan seni di dalam maupun luar ruangan, batasnya hingga 120 desibel (dBA). Sedangkan pengeras suara nonstatis, yang biasa pada karnaval budaya, unjuk rasa, hingga sound horeg, hanya boleh maksimal 85 dBA.
Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa, menyatakan bahwa penyusunan aturan ini berlandaskan sejumlah peraturan perundang-undangan. Termasuk Peraturan Menteri Kesehatan, Peraturan Menteri Lingkungan Hidup, dan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan.
“Penggunaan pengeras suara statis dan nonstatis pada suatu kegiatan tetap harus mengantongi izin dari kepolisian,” ujarnya, Sabtu (9/8/2025).
Untuk mendapatkan izin keramaian, penyelenggara wajib membuat surat pernyataan kesanggupan bertanggung jawab. Khususnya apabila terjadi korban jiwa, kerusakan fasilitas umum, atau kerugian materiil. “Pernyataan ini wajib mereka buat dan mereka tanda tangani di atas materai,” jelasnya.
Selain mengatur batas kebisingan, SE ini juga memuat larangan bagi kegiatan yang di dalamnya terdapat penyalahgunaan. Contohnya seperti narkotika, miras, pornografi, pornoaksi, anarkisme, tawuran, atau aksi yang memicu konflik sosial.
Bagi kategori nonstatis, kendaraan pengangkut sound system harus mematikan suara ketika melintas di area sensitif. Tempat tersebut seperti tempat ibadah saat ibadah berlangsung, pengajian umum, prosesi pemakaman, rumah sakit, area pendidikan, serta ketika ambulans yang membawa pasien melintas. Sementara pengeras suara statis hanya dapat berbunyi di lokasi yang dalam izin kepolisian.
Khofifah menegaskan, aturan ini ia buat agar penggunaan sound system tidak melanggar norma agama, kesusilaan, maupun hukum. “Yang terpenting penggunaan sound system harus menjaga ketertiban, kerukunan. Tidak menimbulkan konflik sosial, dan tidak merusak lingkungan maupun fasilitas umum,” pungkasnya. (Red).